Kiprah IndiHome Menjaga Kedaulatan Indonesia di Cyberspace

Post a Comment

Kedaulatan dalam Dunia Aktivitas Tanpa Batas


Sebagai negara kepulauan, Indonesia merupakan eksemplar penting jika diletakan dalam diskusi tentang cyberspace. Disebut penting karena, terdiri atas ribuan pulau, problem konektivitas dan aksesibilitas antarpulau dapat dientaskan melalui penguatan komunikasi di ruang maya (cyberspace). 

Meskipun demikian, suka atau tidak, cyberspace adalah dunia yang penuh dengan aktivitas tanpa batas. Persis di situ, berbicara tentang kedaulatan digital tidak pernah bisa dipisahkan dari konsep politik. Dengan kata lain, sebagai sebuah konsep politik, kedaulatan berarti kekuasaan yang dimiliki oleh sebuah negara untuk mengatur dirinya sendiri, bebas dari intervensi pihak lain untuk beraktivitas tanpa batas. 

Definisi ini membawa konsekuensi logis di mana kedaulatan yang awalnya berhubungan erat dengan dimensi geografis mengalami perluasan makna, melampaui batas-batas geografis dan kebudayaan suatu negara. 

Akhirnya, dipicu oleh gelombang globalisasi dan diikuti gelombang demokratisasi pada awal tahun 1970-an, diskusi tentang kedaulatan digital mencuatkan kembali isu-isu spesifik politik dan demokrasi diantaranya kedaulatan warga negara.

Ilustrasi kedaulatan digital. Sumber gambar: medium.com.


Perubahan makna kedaulatan di atas tentu saja membawa banyak implikasi, baik secara politik dan ekonomi maupun sosial-budaya. Saya mencatat beberapa peluang dan tantangan yang dihadapi oleh semua kita, antara lain:

Pertama, kedaulatan atas perangkat dan akses internet.

Berbeda dengan dunia analog, perkembangan internet sebenarnya tidak dapat dipisahkan dari peran negara. Dibahasakan secara berbeda, mustahil penetrasi internet berlangsung di luar domain negara, Meskipun, kadang-kadang dalam konteks tertentu, itu dioperasikan oleh perusahaan swasta. Mengenai hal ini, sebagai perusahaan berplat merah, IndiHome tentu saja berperan penting dalam mewujudkan kedaulatan aksesibilitas internet di Indonesia.

Kedua, kedaulatan menetapkan mekanisme penggunaan internet secara adil dan bertanggung jawab.

Dimensi keadilan yang dimaksudkan di sini berhubungan dengan, selain akses pemerataan jaringan ke seluruh wilayah dengan harga terjangkau, tapi juga peran negara dalam mencegah adanya peluang intervensi perusahaan asing dari luar negeri. Hal ini penting untuk dibahas karena memastikan adanya kedaulatan negara otomatis berarti memastikan kedaulatan warga negara terjaga.

Ketiga, kedaulatan digital juga mengandaikan prasyarat adanya kemampuan sebuah negara untuk memegang kendali atas data dan aktivitas negara dan warga negara dalam ruang digital.

Kemampuan itu mencakup bagaimana memastikan adanya keamanan digital, privasi dan data pengguna juga aktivitas perdagangan tetap terjaga. Dimensi-dimensi ini sebenarnya bukan hal baru dalam diskusi tentang kedaulatan digital. Adalah China yang pertama kali mengembangkan gagasan itu (lihat Creemers, Rogers. 2016 dengan judul The Chinese Cyber-Sovereignty Agenda. Lihat juga Creemers, 2020, China’s Conception of Cyber Sovereignty: Rethoric and Realization).

Kedaulatan juga selanjutnya menjadi isu penting bagi negara lain diantaranya Russia (Budntsky & Jia, 2018; Stadnik, 2019). Dua negara ini bahkan memikirkan pentingnya kendali negara dalam hubungannya dengan lokasi data. Maksudnya, pemerintah atau negara perlu memikirkan data itu disimpan secara lokal dalam wilayah yuridiksinya.

Keempat, mengutip Evgeny Morozow dalam The Net Delusion (2021), kedaulatan digital senantiasa berhubungan dengan politik dan demokrasi.

Mengenai hal ini, terdapat tiga hal yang perlu dikembangkan untuk membangun kedaulatan digital Indonesia yakni terciptanya lingkungan digital, pembangunan masyarakat digital, dan akselerasi ekosistem ekonomi digital. Lingkungan digital dapat terwujud melalui terciptanya infrastruktur dan layanan telekomunikasi yang merata di seluruh daerah. Infrastruktur dan layanan telekomunikasi ini tentu harus berasal dari dalam negeri.

Akhirnya, dalam konteks Indonesia hari ini, yang melalui momen pandemi sebagai medan percepatan proses digitalisasi, bagaimana memastikan kedaulatan digital di tengah masih terbatasnya akses publik ke perangkat digital termasuk aksesibilitas jaringan yang masih minim? 
Bagaimana memastikan kedaulatan digital persis ketika ada peluang munculnya monopoli dari luar negeri terhadap mekanisme penerapan digitalisasi di Indonesia? 
Sejauh mana peran pemerintah mendukung adanya kedaulatan digital dengan memfasilitasi perusahan milik negara yakni IndiHome sebagai internetnya Indonesia?

Mengenal IndiHome dan Kiprahnya


Siapa yang tidak kenal IndiHome? Sudah barang tentu, hampir semua pembaca telah mendengar nama IndiHome. Namun tidak menutup kemungkinan baru sedikit orang yang mengenal sejauh mana kiprah IndiHome dalam merawat kedaulatan digital Indonesia.


Peta ketersediaan jaringan IndiHome. Sumber foto: indihome.co.id

Sejauh yang tercatat dalam tulisan ini, terdapat beberapa aspek penting kedaulatan yang telah dan mesti dilakukan oleh IndiHome sebagai internetnya Indonesia. 
Sebagai bagian dari PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (Telkom), IndiHome berperan penting dalam apa yang hari ini kita sebut sebagai kebijakan sosial politik telekomunikasi. 

Hingga hari ini, IndiHome dikenal sebagai layanan triple play berbekal Internet dengan teknologi Fiber To The Home (FTTH) yang dilengkapi dengan IPTV dan telepon rumah, serta fasilitas-fasilitas lainnya.

Lalu apa saja yang ditawarkan oleh IndiHome?

Pertama, Kestabilan kecepatan internet. 

Kestabilan dan internet cepat tersebut didukung oleh inisiatif PT Telkom Indonesia (Perero) Tbk (Telkom) melalui IndiHome yang menggunakan jaringan fiber optik yang menawarkan kecepatan internet mulai dari 10 Mbps hingga 300 Mbps. Masing-masing kategori memiliki rekomendasi jumlah perangkat diantaranya kecepatan 10 Mbps mampu memfasilitasi 1-3 perangkat, 20 Mbps dapat memfasilitasi 3-5 perangkat, atau maksimal 25-30 perangkat untuk 300 Mbps.

Kedua, level ketersebaran jaringan yang luas. 

Hal itu ditunjukan dengan adanya jaringan fiber backbone Telkom yang mencapai 163.833 km atau setara empat kali keliling bumi. Tidak mengherankan jika internet IndiHome sangat stabil dan strategis dalam mendukung semua ativitas pendidikan, pekerjaan, dan hiburan di rumah.

Ketiga, tersedianya pilihan paket internet yang variatif berdasarkan kebutuhan pengguna.


Sumber foto: indihome.co.id

Keempat, adanya layanan telepon rumah. 

Maksudnya, dengan berlangganan IndiHome kita juga bisa sekaligus memasang dan menggunakan telepon rumah. Tidak dipungkiri bahwa kualitas suaranya teleponnya jernih, dengan harga yang hemat, dan dengan pilihan yang variatif mulai dari telepon lokal, interlokal, seluler, dan sambungan langsung internasional (SLI).

Kelima, menyediakan layanan aktivitas menonton melalui IndiHomeTV. 

Layanan ini menyajikan berbagai jenis film dan tayangan unggulan. Selain itu, IndiHomeTV juga menyediakan channel untuk anak-anak, channel keluarga, channel dewasa, konsermusik artis favorit, dan dialog interaktif lainnya. Apalagi, perangkat Set-Up-Box (STB) IndiHome memberikan dua jenis layanan sekaligus, yaitu PTV dan layanan OTT. 

Dengan layanan tersebut kita dapat mengakses berbagai tayangan streaming sambil browsing di internet. Bahkan lebih canggihnya lagi, kita juga bisa mengendalikan tontonan di IndiHome TV menggunakan aplikasi di ponsel. Ini merupakan alternatif dari remote fisik dari IndiHome TV yang berbasiskan aplikasi.

Keenam, last but not least, terdapat beragam tawaran promosi dengan paket yang variatif. Ini dicetuskan oleh IndiHome guna mendukung beragam aktivitas, diantaranya hiburan termasuk olahraga. Mengenai yang terakhir, PT Telkom Indonesia bahkan menghadirkan program Limitless Esport Academy (LEAD) by IndiHome untuk mencetak atlet sport dari berbagai cabang game di Kawasan Timur Indonesia (KTI). 

Langkah ini ditandai dengan roadshow lead by IndiHome dan turnamet LOL Wild RIft di setiap kantor regional, termasuk pada kota Makassar yang digelar di Kantor Telkom Regional 7 Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa 13 Oktober lalu sebagaimana dikutip dari Republika.co.id.

Contoh tayangan dan film unggulan di IndiHomeTV. Sumber foto: indihome.co.id

 

Di Bawah Bayang-Bayang Intervensi Asing


Setelah mengenal kiprah IndiHome sebagai internet cepatnya Indonesia, berikut dipaparkan sejumlah peluang dan tantangan digitalisasi yang dihadapi oleh Indonesia khususnya melalui IndiHome, antara lain:

Pertama, peluang

Berdasarkan data dari internetworldstats.com, pengguna internet Indonesia per 30 Juni 2021 mencapai 212,35 juta jiwa dan menjadi negara ketiga setelah China dan India dengan pengguna internet terbanyak di Asia. Tentu saja besarnya pengguna internet menciptakan peluang yang lebih besar dalam hal peningkatan aktivitas tanpa batas yang mendukung pertumbuhan ekonomi masyarakat. 

Hal itu dibuktikan dengan laporan Digital Competitiveness Index yang dirilis oleh perusahaan modal Ventura East Ventures yang menyebutkan bahwa ekonomi digital Indonesia berkontribusi sebanyak 4 persen terhadap PDB nasional tahun 2020. Sejumlah sektor yang memperlihatkan adanya pertumbuhan positif pada masa pandemi covid-19 antara lain sektor informasi dan komunikasi, jasa keuangan, serta transportasi, dan pergudangan (selengkapnya, baca laporannya). 

Diprediksikan, pada tahun 2030 pertumbuhan ekonomi digital Indonesia bertumbuh hingga delapan kali lipat menjadi Rp4.531 triliun.


Meskipun demikian, terdapat laporan lain yang menunjukkan bahwa keterpaparan orang pada internet tidak otomatis cerdas dan bijak dalam menggunakannya. Laporan Survei Internet APJIII 2019-2020 (Q2), sebanyak 51,5% menggunakan untuk media sosial, 29,3% menggunakannya untuk komunikasi lewat pesan, 21,7% menggunakannya untuk hiburan, dan 19,0% menggunakannya untuk layanan informasi pendidikan.

Tentu saja terdapat masih banyak kategori lain yang mesti dikembangkan dalam hubungannya dengan pemanfaatan internet. 
Dalam bidang pendidikan misalnya, dibutuhkan adanya inovasi dan kreativitas dari para guru, masyarakat, dan lingkungan sekitar untuk mengubah dan mendukung adanya perbaikan strategi pembelajaran dan pengajaran yang selaras dengan minat dan kebutuhan peserta didik. 

Dalam bidang ekonomi misalnya, perlu ada kerja sama yang intens antarpelbagai stakeholder baik dalam bidang produksi dan distribusi maupun konsumsi untuk memastikan ketersediaan dan aksesibilitas komoditas yang dapat menjangkau semua konsumen di dalam negeri. Sementara itu, dalam bidang politik misalnya, perlu ada diskusi yang intensi untuk memastikan bahwa free internet tidak sampai mengancam keberlangsungan iklim demokrasi dan kualitas politik di Indonesia.

Kedua, tantangan adanya monopoli. 

Menghadapi monopoli, diperlukan adanya kebijakan yang responsif dan strategis dari negara untuk memastikan kepemilikan, kemandirian, dan kedaulatan teknologi dalam negeri. Hal ini sangat mendesak dan penting untuk dibahas persis di tengah merebaknya berbagai jenis perusahaan multinasional yang merangsek masuk ke dalam negeri. 

Mengatasi hal ini, tentu saja negara perlu memikirkan kedaulatan digital dengan memprioritaskan perusahaan yang ada di dalam negeri dengan cara memberikan wewenang lebih untuk mengurus dan mengatur mekanisme proses digitalisasi dalam negeri. Disebut demikian karena, tidak sedikit orang mengira bahwa ada kebebasan dalam frasa “free internet”. 

Dibahasakan secara berbeda, semua itu sudah dimonopoli oleh beberapa multinational corporations (MNCs). Akibatnya, kapabilitas Telkom melalui IndiHome di bisnis konektivitas tentu saja dibayang-bayangi oleh raksasa-raksasa global yang selama ini fokus pada bisnis konten. Bahkan, beberapa diantaranya telah menggarap proyek kabel internet bahwa laut yang menghubungkan Indonesia dengan negara Asia Pasifik lainnya.

Meskipun demikian, ada kabar baik yang datang dari PT Telkom yang ternyata memiliki produk unggulan data center (pusat data) neuCentrIX. Bahkan Telkom sendiri telah memunculkan inisiatif strategis untuk menjadikan Indonesia sebagai poros digital dunia (global digital hub) dengan membangun pusat data yang berlokasi di Singapura, Hongkong, dan 13 kota besar di Indonesia.

“NeuCentrIX merupakan neutral data center yang terkoneksi ke berbagai service dan network provider dari seluruh dunia,” kata Direktur Wholesale and International Service Telkom Edwin dikutip dari Kompas.com

Namun bisnis pusat data di Indonesia ini juga sangat menggiurkan bagi para raksasa global. Beberapa. raksasa global sudah membangun pusat data di Indonesia seperti A*azon, Alibab*, Goo*le dan Mic*osoft. Melihat gencarnya serbuan raksasa global di tiga domain bisnis Telkom di atas, negara mestinya bertindak lebih hati-hati dan taktis termasuk mendorong Telkom agar lebih agresif dalam mewujudkan kedaulatan digital Indonesia. Hanya dengan cara itu, Indonesia tidak menjadi bangsa yang terjajah di era informasi ini.

Monopoli di atas diperparah dengan adanya ketimpangan lain. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh APJII 2019-2020 (Q2), kontribusi penetrasi internet per wilayah masih didominasi oleh Jawa (56,4%), diikuti Sumatera (21,1%), Sulawesi (7,0%), Kalimantan (6,3%), Bali dan Nusa Tenggara (5,3%), dan terakhir Papua (3%). Data tersebut tidak berbeda jauh dengan laporan yang diterbitkan oleh lembaga tersebut pada tahun 2018 yang menunjukkan adanya disparitas yang sama.

Akhirnya, berhadapan dengan peluang dan tantangan di atas, terdapat beberapa hal yang mesti dilakukan baik oleh pemerintah melalui perbaikan kebijakan politik maupun oleh perusahan milik negara.

Pertama, hal yang perlu dilakukan oleh perusahan milik negara yang paling potensial dalam mewujudkan kedaulatan digital antara lain memperluas jaringan internet di wilayah 3T. Jaringan yang dimaksud di sini termasuk mempersiapkan infrastruktur yang memadai bagi semua wilayah yang selama ini sangat sulit dijangkau karena hambatan topografi dan geografis. Keterbatasan inilah yang menyebabkan adanya ketimpangan dalam berbagai hal, apalagi ketika Indonesia dan juga negara lain sedang memasuki proses digitalisasi.

Kedua, pemerintah baik kementerian maupun birokrasi dari pusat hingga daerah. Ada dua hal penting yang mesti dipastikan di sini yakni bagaimana mendukung terselenggaranya proses digitalisasi di satu sisi dan bagaimana mempersiapkan pendidikan yang memungkinkan tersedianya warga negara yang cerdas dalam kancah digital. 

Mengenai yang pertama, tentu saja pemerintah perlu mendukung inisiatif baik dan strategis yang sudah banyak diinisiasi baik oleh masyarakat maupun perusahaan yang bergerak di bidang digital. Sementara itu, hal kedua berhubungan secara substantif dengan merumuskan kurikulum yang inovatif dan strategis agar peserta didik tidak menjadi class of irrelevance di masa depan. Hal penting lain yang perlu diperhatikan oleh negara yakni bagaimana menyeimbangkan antara kepentingan akselerasi ekonomi digital dan terjaminnya keamanan data warga negara.

Ketiga, masyarakat mestinya menciptakan iklim dan insentif sosial yang mendukung keberlanjutan relasi ekonomi (produksi, distribusi, konsumsi) digital. Hal ini sangat mendesak dibahas karena dunia sedang memasuki sebuah sistem perekonomian yang umumnya dikenal dengan istilah “kapitalisme finansial”. Maksudnya, dalam sistem tersebut, akselerasi digital selalu berarti akselerasi ekonomi. Argumen ini selaras dengan apa yang disampaikan oleh Direktur Utama Telkom, Ririek Ardiansyah ketika berbicara tentang kedaulatan digital sebagaimana dikutip dari Republika.co.id

Menurut Ardiansyah, selain lingkungan digital dan pembangunan masyarakat digital, kedaulatan digital turut berperan dalam hal akselerasi ekosistem ekonomi digital.


Akhirnya, menutup tulisan ini, saya sekali lagi menekankan perlunya peran dan dukungan lebih dari negara terhadap eksistensi perusahaan berplat merah ini. Menga demikian? Ya, karena tanpa ada skala prioritas semacam itu, bisa dipastikan, ke depan, eksistensi Telkom, khususnya IndiHome akan tergerus oleh hadirnya berbagai perusahaan lain terutama dari luar negeri.

Yohanes W Hayon
Malas makan, rakus membaca, minder bertemu perempuan cantik, dan ingin menjadi dongeng

Baca juga

Post a Comment

Arsip Juara Kompetisi