Distribusi Narasi Transisi Energi

Post a Comment

Ulasan ini coba membahas beberapa topik penting. Pertama, menjelaskan wacana transisi energi yang berkembang di Indonesia baik yang didistribusikan oleh rezim state maupun non-state. Kedua, menjelaskan sejauh mana komitmen pemerintah melalui penguatan kebijakan politik energi dalam negeri. Ketiga, kritikan terhadap konsekuensi jangka panjang dan jangka pendek yang menyertai proses produksi dan distribusi wacana tersebut di ruang publik. Keempat, apa yang harus kita lakukan berhadapan dengan kompetisi wacana tersebut baik secara personal maupun kolektif.

Dengan menggunakan data dari Newstensity, big data milik PT Binokular Media Utama, tulisan ini menekankan pentingnya menganalisis wacana yang berkembang sebelum mengambil keputusan politik tertentu.

Overview

Riset media monitoring dilakukan dengan menggunakan topik Transisi Energi. Datanya bersumber dari dashboard Newstensity dengan keyword (kata kunci) antara lain: transisi energi, energi terbarukan, energi baru dan terbarukan, ebt, dan ebtk

Riset dilakukan per 18 – 25 Oktober 2022 dan ditemukan sebanyak 4.707 pemberitaan di tiga jenis media (online, cetak, dan elektronik).

Puncak pemberitaan terjadi pada tanggal 18 Oktober dengan top isu yakni PGN dan KIS Biofuels Indonesia Jajaki Kerja Sama Pengembangan Biomethane. Darmawan Prasodjo (Direktur Utama PLN) menjadi KOL Center pada periode ini terkait Transisi Energi. Sumber data: Dashboard Newstensity.
Top isu yakni PGN dan KIS Biofuels Indonesia Jajaki Kerja Sama Pengembangan Biomathane. Kerja sama ini merupakan salah satu upaya melakukan dekarbonisasi khususnya pada industri kelapa sawit yang memanfaatkan limbah cair minyak kelapa sawit (palm oil mill effluent/POME) menjadi energi terbarukan. Kerja sama ini dilakukan melalui penandatanganan MoU dalam acara SOE International Conference G20 di Nusa Dua, Bali, Selasa, (18/10). Kesepakatan yang dihasilkan mulai dari studi kelayakan hingga rancangan distribusinya (link). 

Breakdown Media dan Isu-Isu Dominan

Dari total 4.707 berita, sebanyak 4.134 berita atau 88% dipublikasikan di media online, 534 di media cetak (11%), dan 39 tayangan di media elektronik (1%). 

Liputan6.com menjadi media online dengan pemberitaan terbanyak (110 artikel) terkait isu ini. Sementara kategori media cetak, Investor Daily menjadi media dengan ekspose pemberitaan tertinggi terkait isu ini (37 berita) dan di media elektronik, CNBC Indonesia menjadi media dengan pemberitaan terbanyak  (11 tayangan). 

Dari total 55 berita dengan sentimen negatif, sebanyak 46 berita (1%) berasal dari media online dan sisanya dari media cetak. Tidak ada sentiment negatif di media elektronik. Sentimen negatif adalah berita-berita yang mengandung polemik atau menghambat proses transisi energi.

Secara keseluruhan, teradpat beberapa isu dominan pada periode ini antara lain: Pertama, Proyek PLTS terapung. Kedua, Kerja Sama PGN dan KIS Biofuels Kembangkan Biomethane. Ketiga, PLN Gandeng BRI Bangun SPKLU Kendaraan Listik. Keempat, PLN Siap Pimpin Transisi Energi Indonesia, Ganti Batu Bara dengan Biomassa. Kelima, Seputar Anugerah Dewan Energi Nasional (DEN) 2022. 

Ulasan ini tidak membahas isu-isu dominan di atas karena secara otomatis dapat diketahui bahwa isu-isu tersebut diproduksi dari mulut rezim pemerintah.

Sementara itu, sentimen negatif didominasi oleh beberapa isu antara lain:

Pertama, Energy Watch Beberkan Kendala Listrik Tenaga Surya: Belum Ada Teknologi Baterai Murah. 

Hal itu disampaikan oleh Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan, Senin (17/10) bahwa hingga saat ini belum ditemukan teknologi baterai yang lebih murah. Tantangan ini bukan hanya di Indonesia melainkan juga di negara-negara lain. Selain itu, kata dia, pengembangan listrik tenaga surya juga membutuhkan lahan yang cukup luas (link).

Kedua, Seputar Masyarakat Adat. 

Isu ini dilontarkan terutama oleh Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan Nadia Hadad dalam sarasehan Kongres Masyarakat Adat Nusantara (KMAN) VI di Kampung Tahima Soroma Kayo Pulo, Selasa (25/10). Dalam kesempatan itu, Nadia menuturkan bahwa transisi energi mutal diberlakukan sesegera mungkin karena perubahan iklim sudah di depan mata melalui pelbagai jenis bencana alam. Untuk itu, ia mengutip Kembali Perpres Nomor 98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon dengan mengatakan,

Bahkan sudah ada peraturan menterinya tentang tata laksana perdagangan karbon…yang tak kalah penting bagaimana kitab isa mengubah transisi energi yang lebih ramah lingkungan (link).

Ketiga, Seputar RUU EB-ET. 

Isu ini disorot dari beberapa sisi antara lain RUU EBT dinilai mengancam rencana transisi energi. Ancaman itu datang dari kecenderungan RUU yang menganut perinsip liberalisasi ketenagalistrikan yang menghilangkan fungsi negara dan melemahkan PLN dan memperkaya oligarki listrik. Argumen ini dibenarkan oleh Peneliti Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng, Rabu (19/10). Mengutip Paris Agreement to the United Nations Framework Convention On Climate Change, Daeng menegaskan bahwa ketika berbicara tentang kelistrikan maka seharusnya negara dan BUMN yang berada di garda terdepan (link). 

Tidak berhenti di situ, Ketua Komisi VII Sugeng Suparwoto bahkan menegaskan dalam FGD bertajuk “Kemerdekaan Energi di tengah Krisis Global’ di Jakarta, Kamis (11/8) bahwa lambannya penyelesaian RUU EB-ET disebabkan karena banyak pejabat tinggi yang sedang berbisnis batu bara. Ia bahkan menyebut negara di benua Eropa seperti menjilat ludah sendiri karena mereka yang mensponsori green energy tetapi malah menghalalkan penggunaan energi fosil. Ia menutup pernyataannya dengan kalimat pamungkas, 

kita hari hari ini adalah politik yang digerakkan oleh batu bara, betul tokoh-tokoh besar politik itu semuanya adalah batu bara (link). 

Sementara itu, pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmi Radhi menilai bahwa lambannya penyelesaian RUU EB-ET disebabkan karena belum adanya kesepatakan antara pemerintah dan DPR karena ada usulan dari salah satu anggota Komisi VII DPR Edy Suparno agar PLN bukan satu-satunya yang menjual tetapi juga perlu pihak swasta. Jika itu benar, lanjut Fahmi, maka itu melanggar Keputusan MK bahkan melanggar UU 1945 (link, link).

Keempat, Penundaan Penerapan Pajak Karbon. 

Konsekuensi penundaan ke tahun 2025 membuat upaya mempensiunkan PLTU batu bara ikut tertunda (link). Mengenai hal ini, Ekonom UGM Fahmy Radhi menilai bahwa Indonesia cukup sulit mempensiunkan PLTU sesegera mungkin karena penggantinya yakni EBT belum siap diterapkan. Apalagi, kata dia, target pencapaian bauran energi justru baru 16% dari target 23% pada tahun 2025 (link).

Kelima, Silang Sengkarut Aturan. 

Hal ini dikeluhkan oleh para pengusaha yang diwakili oleh Ketum Asosiasi Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Aphonzuz Widjaja. Mereka mengeluhkan ketidaksesuaian aturan yang mendukung pemanfaatan energi bersih di pusat perbelanjaan. 

Ketika pusat perbelanjaan menggunakan genset gas yang disuplai dari PGN untuk listrik, PLN malah mengenakan tarif premium yang lebih tinggi karena dianggap menggunakan sumber listrik lain. Padahal, listrik dari gas menghasilkan emisi lebih sedikit dibandingkan listrik PLN yang mayoritas diproduksi dari pembangkit listrik batu bara (link). 

Mekanisme yang simpang siur seperti ini dapat saja menimbulkan keraguan di kalangan pengusaha untuk peduli pada penggunaan energi terbarukan.

Keenam, Kebijakan Energi Berbasis Proyek. 

Hal itu diungkapkan oleh anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto yang menilai pemerintah tidak serius soal EBT karena pendekatannya berbasis proyek, bukan struktural, seperti misalnya proyek mobil listrik untuk pejabat. Dengan kata lain, kebijakan yang diambil cenderung bias ke arah bisnis pribadi pejabat semata (link). Hal itu pula yang membuat proyek EBT rentan praktik korupsi (link).

Ketujuh, masalah energi di surga kendaraan pribadi. 

Berdasarkan data dari Korlantas.polri.go.id, total kepemilikan kendaraan bermotor di Indonesia kini mencapai 150.763.485 unit dengan 90.179.691 unit ada di Pulau Jawa.

Jenis Kendaraan

Jumlah

Sepeda Motor

123.218.923

Mobil Pribadi

20.239.098

Anehnya, berdasarkan data dari Motorcycles Data semester I 2022, penjualan sepeda motor di Indonesia tercatat hanya 1,3 juta unit, turun 1,3% dibandingkan dengan periode sebelumnya. Sebaliknya, di Jepang penjualan sepeda motor justru tumbuh 0.6%. Tingginya jumlah itu membuat Indonesia dinobatkan oleh World Atlas sebagai negara pengguna sepeda motor terbesar ketiga di dunia sesudah Thailand dan Vietnam. 

Jumlah yang signifikan ini membuat Indonesia tergantung pada BBM energi fosil jenis pertalite. Berdasarkan data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, pada tahun 2021 konsumsi pertalite sebesar 23 juta kiloliter dan merupakan BBM yang paling banyak dikonsumsi masyarakat. 

Tidak berhenti di situ, anggaran subsidi dan kompenisasi BBM pada 2022 justru meningkat tiga kali lipat dari Rp152,5 T menjadi 502,4 T dengan lebih dari 70% subsidi justru dinikmati oleh kelompok masyarakat mampu (pemilik mobil pribadi) (link).

Pertama, secara personal. 

Ciptakan gaya hidup ramah lingkungan baik dalam aktivitas produksi maupun konsumsi. Dalam bidang produksi, gunakanlah bahan-bahan non-kimiawi ketika bertani, hindarilah penggunaan energi fosil berlebihan ketika melakukan aktivitas produksi kategori rumah tangga. Jika melakukan aktivitas konsumsi, pastikan bahwa apa yang Anda konsumsi dihasilkan melalui proses yang ramah lingkungan (buah yang Anda makan, kertas pada buku yang Anda baca, rumah yang Anda tinggal, transportasi yang Anda gunakan, dan seterusnya). Berhati-hatilah dalam menyerap informasi tertentu yang disebarkan oleh media massa mainstrim yang umumnya sudah dikuasai oleh rezim.

Kedua, secara kolektif.

Bergabunglah dengan komunitas pecinta lingkungan dan bergerak bersama. Hal ini penting karena keceerdasan dan karakter seseorang dibentuk oleh lingkungan di mana ia hidup. Suarakan kegelisahan yang Anda temukan, dan ajaklah semakin banyak orang untuk bergabung. Kaitkan isu lingkungan dengan isu-isu sektoral lain seperti akses air bersih, bencana alam, masyarakat adat, kesehatan, religiositas, land grabbing, dan lain-lain.

Ketiga, secara struktural. 

Kawal terus kebijakan politik energi dalam negeri. Sedapat mungkin menempatkan perwakilan komunitas atau gerakan ke dalam perumus kebijakan di level lokal bahkan pusat.

Yohanes W Hayon
Malas makan, rakus membaca, minder bertemu perempuan cantik, dan ingin menjadi dongeng

Baca juga

Post a Comment

Arsip Juara Kompetisi